Wednesday, August 10, 2016

Hikmah Bersyukur kepada Ilahi

Hikmah bersyukur kepada Ilahi, hal terindah dalam kehidupan manusia adalah kala ia masih mampu bersyukur. Itu pertanda, orang tersebut masih mempunyai iman atau hidayah sebagai karunia termahal bagi seseorang. Demikian rumus bersyukur bagi orang beriman. Sikap syukur senantiasa segandeng seiring dengan keimanan yang tumbuh dalam jiwa. Iman yang benar niscaya menggerakkan pemiliknya untuk mensyukuri segala yang telah diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala (Swt).

Syukur yang benar adalah syukur yang bertolak dari kesadaran seorang hamba akan kuasa dan kehendak Sang Pengatur alam semesta. Syukur itu bernilai jika bersandar kepada keyakinan kepada Allah, bukan sekedar muncul akibat dari kebiasaan atau tradisi lingkungan semata. Sebab syukur adalah hasil yang lahir dari iman sebagai pondasi bagi seluruh amalan dan aktivitas manusia selanjutnya.

Hikmah Bersyukur kepada Ilahi

Sejak awal dikatakan, seluruh tingkah dan laku manusia di muka bumi ini hakikatnya tidak berpengaruh kepada izzah (kemuliaan) yang melekat pada diri Allah Ta’ala. Layaknya jenis ibadah yang lain, puncak dari implikasi perbuatan bersyukur adalah dijauhkannya seorang hamba dari ancaman siksa neraka. Sebagaimana syukur itu bisa semakin mendekatkan dirinya kepada surga, seperti yang dijanjikan bagi orang-orang yang beriman.

Jika segenap makhluk yang ada itu beriman dan menyembah kepada Allah, maka hal itu tak menambah secuilpun izzah yang dimiliki oleh Allah. Sebaliknya, andai seluruh penghuni kolong langit dan bumi lalu bersepakat kufur (mengingkari) dan tidak mau sujud di hadapan Allah. Hal itu juga tak bakal mengurangi izzah dan ketinggian Allah. Bagi Allah, tetap saja Dia sebagai Zat Yang Mahakuasa lagi Maha Terpuji.

Allah berfirman, “Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.” (an-Nisa: 147).

Secara khusus Allah memilih mendahulukan kata syukur daripada iman pada ayat di tersebut. Hal ini dimaksudkan agar setiap manusia menyadari segala macam nikmat yang Allah karuniakan sejak penciptaan dunia dan seisinya tersebut. Syukur yang benar menjadikan manusia kian tahu hakikat siapa dirinya dan siapa Penciptanya. Semakin ia bersyukur, maka semakin tampak pula kelemahan dan keterbatasan orang itu.

Hingga akhirnya rasa syukur itulah yang mendorong dia untuk tunduk mengakui kekuasaan Allah semata. Tak ada yang layak disembah di muka bumi kecuali dengan mentauhidkan Allah Yang Mahaesa. Demikian Imam al-Alusi menerangkan panjang lebar tentang hikmah didahulukannya kata syukur sebelum iman tersebut (Tafsir Ruh al-Ma’aniy fi Tafsir al-Qur’an al-Adzim).

Sikap syukur yang demikian niscaya makin mengokohkan pondasi keimanan pada diri seorang Muslim. Sama halnya ketika iman tersebut telah mengakar kuat dalam jiwa orang beriman, menjadikan rasa syukur yang ada kian berkualitas. Tak heran, kolaborasi dua mata rantai inilah –antara syukur dan iman- yang kelak berfungsi sebagai tameng dalam melindungi seorang hamba dari ancaman siksa neraka.

Mengapa? Tidak lain karena perpaduan antara iman dan syukur sanggup melahirkan amal shalih setiap saat. Ia bahkan bisa menjadikan seseorang berlomba dalam kebaikan. Sebab ia sadar waktu untuk bersyukur dan beramal sangat terbatas dibanding pemberian Allah yang sungguh tiada batas.

Untuk itu, bagi orang beriman, bersyukur bukan lagi sebuah kewajiban yang membebani. Namun hendaknya ia dimaknai sebagai kebutuhan yang tak terpisahkan lagi dari hidupnya. Lain halnya dengan orang-orang yang ingkar dan tidak mengakui nikmat Tuhannya. Dengan segala keluasan ilmu-Nya, Allah menegaskan bahwa Dia Zat Yang Maha Mengetahui. Kelak di hari Kiamat nanti, Allah membongkar seluruh rahasia yang disembunyikan oleh hamba-hamba-Nya. Mana di antara mereka yang benar-benar bersyukur serta siapa yang hanya acuh dengan perintah bersyukur.

No comments:

Post a Comment