Thursday, August 4, 2016

Cerita Imam Ghazali dan Lalat

Cerita Imam Ghazali dan Lalat bisa diambil hikmahnya bahwa kebaikan sekecil apapun pasti ada balasannya. Beliau adalah sosok ulama abad pertengahan dengan reputasi kealiman yang tak diragukan. Beliau termasuk cendekiawan muslim yang komplet. Wawasannya tak berhenti pada soal teks-teks agama yang rumit. Tokoh bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’I ini menguasai disiplin filsafat dan menaruh prioritas pada olah rohani sebagai seorang sufi yang taat kepada Allah Taala. Kitab tasawuf dasar, Bidayatul Hidayah, yang dikarangnya pun mengungkapkan kealiman beliau dalam urusan otak dan hati.

Lalat adalah hewan kecil dari kelas serangga yang bisa membawa kuman hanya dalam waktu beberapa jam. Kotoran hewan biasanya dihinggapi seekor lalat betina sebagai media untuk berkembang biak. Walaupun begitu, Imam Al Ghazali tetap memuliakan hewan tersebut, sehingga menjadi penyebab diterima amal kebaikan beliau. Kesungguhannya dalam beribadah tampak pula pada beberapa karyanya yang sarat ilmu tasawuf dan anjuran melaksanakan ibadah tertentu sebagai sarana penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) dan pengabdian tulus seorang hamba.

Melalui karya-karyanya yang sangat termahsyur, Imam Al Ghazali mempengaruhi banyak sekali tokoh Islam yang tidak sedikit para tokoh itu menjadi pimpinan-pimpinan ummat, baik itu pimpinan spiritual mapupun pimpinan politik. Pemikirannya telah tersebar ke seluruh dunia Islam dan telah mewarnai banyak sekali ajaran dan mazhab yang memang sangat majemuk dalam internal Islam. Para kritikus al-Ghazali bisa saja berseberangan dengan beberapa pikirannya. Namun, mereka tak dapat membantah kepribadian hujjatul Islam yang zuhud, wara’, serta amat tekun menjalankan ibadah.

Cerita Imam Ghazali dan Lalat
Kisah Imam Al Ghazali dan seekor lalat merupakan salah satu kisah-kisah Islam yang bisa dijadikan teladan bagi umat Muslim pada umumnya. Oleh karena itulah, terselip kisah unik di balik totalitas beliau dalam beragama pasca-kewafatannya. Syekh Nawawi al-Bantani dalam Nashaihul ‘Ibad menulis cerita seseorang yang berjumpa Imam al-Ghazali dalam sebuah mimpi. “Bagaimana Allah memperlakukanmu?” tanya orang tersebut.

Imam al-Ghazali mengisahkan bahwa di hadapan Allah ia ditanya tentang bekal apa yang ia serahkan untuk-Nya. Al-Ghazali pun menimpali dengan menyebut satu per satu seluruh prestasi ibadah yang pernah ia jalani di kehidupan dunia.

“Aku (Allah) menolak itu semua!” Ternyata Allah menampik berbagai amalan Imam al-Ghazali kecuali satu kebaikannya ketika bertemu dengan seekor lalat.

Suatu saat Imam al-Ghazali tengah sibuk menulis kitab hingga seekor lalat mengusiknya barang sejenak. Lalat “usil” ini haus dan tinta di depan mata menjadi sasaran minumnya. Sang Imam yang merasa kasihan lantas berhenti menulis untuk memberi kesempatan si lalat melepas dahaga dari tintanya itu.

“Masuklah bersama hamba-Ku ke sorga,” kata Allah kepada Imam al-Ghazali dalam kisah mimpi itu.

Hikayat ini mengandung pesan tentang betapa dahsyatnya pengaruh hati yang bersih dari egoisme, semata untuk kepentingan diri sendiri. Kasih sayang Imam al-Ghazali yang luas, bahkan kepada seekor lalat pun, membawa tokoh dengan jutaan pengikut ini pada kemuliaan

Peristiwa ini secara samar menampar sebagian kalangan yang kerap membanggakan capaian-capaian keberagamaannya. Karena ternyata penilaian ibadah manusia sepenuhnya milik-Nya, bukan milik manusia. Tak ada ruang bagi manusia menghakimi kualitas diri sendiri ataupun orang lain. Segenap prestasi ibadah dan kebenaran agama yang disombongkan bisa jadi justru berbuah kenistaan.

Imam al-Ghazali sesungguhnya hanya mempraktikkan apa yang diteladankan dan diperintahkan Nabi, “Irhamu man fil ardli yarhamkum man fis sama’. Sayangilah semua yang ada di bumi, maka semua yang ada di langit akan menyayangimu.”

Untuk melengkapi postingan tentang kisah Islami Imam Al Ghazali dan lalat, boleh jadi amalan kecil yang pernah dilakukan merupakan amalan paling ikhlas sehingga boleh menyelamatkan di akhirat kelak. Menjadi pelindung dari siksa kubur, dan boleh jadi amalan kecil tersebut boleh menjadi perantara bagi dikabulkannya doa-doa. Marilah mulai saat ini, lakukanlah secara istiqomah suatu amal ibadah yang kecil yang dilakukan ikhlas kerana Allah Swt semata-mata.

No comments:

Post a Comment