Saturday, July 30, 2016

Keutamaan Pernikahan Menurut Islam

Keutamaan Pernikahan Menurut Islam, sebagaimana diketahui, anak menjadi idaman dan harapan Ayah dan Ibu. Anak yang kelak menjadi penerus dan pelanjut generasi Bapak dan Emak. Dari keluarga kemudian terbentuk masyarakat, bangsa dan peradaban umat manusia. Peradaban umat manusia akan terus langgeng dan eksistensi manusia dapat terjaga. Aspek regenerasi inilah sangat ditekankah oleh Allah Ta’ala dan penerus anak cucu Adam.

Hikmah menikah dalam agama disebutkan dalam Al-qur’an bahwa manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Perjumpaan antara laki-laki dan perempuan merupakan sunnatullah. Kualitas generasi ditentukan oleh keluarga. Perhatian pada pendidikan moral, intelektual (kognitif), emosional (afektif), dan psikomotorik (kreatifitas) menjadi penting. Bobot peradaban manusia akan lebih utuh.

Sunnah Rasulullah SAW, rumah tangga dan peradaban umat manusia sangat berhubungan erat. Dengan menikah, sebuah keluarga terbentuk, dan dari keluarga itu lahirlah generasi. Anak adalah generasi manusia yang melanjutkan peradaban manusia. Peradaban manusia yang menjanjikan sangat tergantung sejauhmana kualitas generasi pelanjutnya. Generasi yang buruk berarti melahirkan peradaban buruk.

Keutamaan Pernikahan Menurut Islam

Calon suami istri yang menikah karena Allah Ta’ala akan senantiasa menghasilkan kehidupan rumah tangga yang bahagia. Namun bila tujuan yang diniatkan pada awalnya buruk, maka mungkin saja akan muncul hal-hal yang tidak diinginkan dalam pernikahan. Oleh karena itu, banyak orang tua yang selalu menanyakan tujuan pernikahan kepada anak mereka karena ingin memastikan bahwa apa yang dicita-citakan oleh anak mereka dalam suatu hubungan pernikahan adalah hal yang baik.

Membentuk keluarga yang sakinah mawaddah warohmah merupakan tujuan mulia bagi sepasang suami isteri. Pondasi akidah yang kuat serta tsaqofah Islam yang luas akan memudahkan jalan untuk menggapai kemuliaan dalam berumah tangga. Menggali dan terus belajar tentang ilmu islam dapat memperkokoh bangunan keluarga, sebab setiap keluarga akan menemui masalah kehidupan dan solusinya dengan mengembalikannya kepada Alqur’an dan As Sunah.

Anak merupakan investasi yang sangat berharga bagi keluarga dan masyarakat. Anak-anak yang saat ini masih kecil nantinya akan menjadi generasi penerus bangsa. Di pundak merekalah masa depan kesejahteraan ummat akan dibebankan. Memberikan mereka bekal tauhid dan akhlak semasa kecil akan menjadikan mereka sosok yang dapat diandalkan saat menginjak dewasa. Dibawah ini adalah beberapa hikmah menikah dalam agama Islam:

1. Rejeki Makin Melimpah
Dari Abu Hurairah ra., Nabi saw. bersabda : “Allah enggan untuk tidak memberi rezeki kepada hamba-Nya yang beriman, melainkan pasti diberinya dengan cara yang tak terhingga.” (HR. Al-Faryabi dan Baihaqi)

Dari Jabir ra., ia berkata : “Nabi saw. bersabda : ‘Ada tiga hal bila orang melakukannya dengan penuh keyakinan kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya, Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya untuk membantunya dan memberinya berkah. Orang yang berusaha memerdekakan budak karena imannya kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya, maka Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya membantunya dan memberinya berkah. Orang yang menikah karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya, maka Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya membantunya dan memberinya berkah …..’” (HR. Thabarani).

Dari Jabir ra., ia berkata : “Nabi saw. bersabda : ‘Tiga golongan yang berhak mendapatkan pertolongan dari Allah ta’ala, yaitu : seorang budak yang berjanji menebus dirinya dari majikannya dengan penuh iman kepada Allah ta’ala, maka Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya untuk membelanya dan membantunya; seorang lelaki yang menikah guna menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan Allah (zina), maka Allah mewajibkan diri-Nya untuk membantunya dan memberinya rezeki …..’.” (HR. Dailami)

“Carilah oleh kalian rezeki dalam pernikahan (dalam kehidupan berkeluarga).” (HR Imam Ad-Dailami dalam Musnad Al-Firdaus).

2. Memperoleh Pertolongan Allah Swt
Bila cowok dan cewek menikah maka akan mendapatkan pertolongan dari Allah di hari kiamat kelak: “Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah:
a. Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah.
b. Budak yang menebus dirinya dari tuannya.
c. Perempuan dan laki-laki yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim)

3. Mendapat Pahala Berlipat Ganda
Hikmah pernikahan dalam Islam selanjutnya adalah memperoleh pahala berlipat ganda. Pahala orang yang menikah itu lebih banyak dibanding yang belum menikah dalam perkara beramal. Semangat beibadah dalam keluarga akan otomatis berdampak positif kepada perkembangan anak. Sang anak akan mendapatkan tauladan dari orang tuanya tentang pentingnya belajar Islam.

Mendirikan shalat wajib 5 waktu bersama seluruh anggota keluarga dapat dijadikan salah satu sarana untuk memperoleh pahala berlipat ganda dengan semangat keislaman. “Dua rakaat yang dilakukan orang yang sudah berkeluarga lebih baik dari tujuh puluh rakaat shalat sunah yang dilakukan orang yang belum berkeluarga.” (HR. Ibnu Adiy dari Abu Hurairah)

4. Dosa Diampuni Ketika Bermesraan Dengan Pasangan
“Sesungguhnya ketika seorang suami memperhatikan istrinya dan istrinya memperhatikan suaminya,” kata Nabi Saw menjelaskan, “maka Allah memperhatikan mereka berdua dengan perhatian penuh Rahmat. Manakala suaminya merengkuh telapak tangannya (diremas-remas), maka berguguranlah dosa-dosa suami istri itu dari sela-sela jari jemarinya.” (Diriwayatkan Maisarah bin Ali dari Ar-Rafi dari Abu Sa’id Al-Khudzri r.a)

5. Menggenapkan Setengah Agama Islam
“Apabila seorang hamba telah berkeluarga, berarti dia telah menyempurnakan setengah dari agamanya maka takutlah kepada Allah terhadap setengahnya yang lainnya.” (HR At-Thabrani)

Imam Al Ghazali mengatakan bahwa hadits diatas memberikan isyarat akan keutamaan menikah dikarenakan dapat melindunginya dari penyimpangan demi membentengi diri dari kerusakan. Dan seakan-akan bahwa yang membuat rusak agama seseorang pada umumnya adalah kemaluan dan perutnya maka salah satunya dicukupkan dengan cara menikah.” (Ihya Ulumuddin).

Monday, July 25, 2016

Ayat Al-Quran Tentang Sains

Kurang lebih 14 abad lalu, ayat Al-Quran menjadi satu di antara firman-firman Allah yang turun kepada Rasulullah saw dengan muatan sains. Ayat tersebut menjelaskan tentang asal-muasal langit dan bumi, yang mulanya satu dan kemudian dipisahkan. Allah berfirman, "Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah satu padu, kemudian Kami pisahkan antar keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka, mengapakah mereka tiada juga beriman?" (QS. Al-Anbiyaa’: 30).

Menemukan jawaban tentang proses terciptanya alam semesta menjadi dahaga tersendiri bagi para ilmuan. Karena itu, mereka sejak ribuan tahun lalu berusaha meneliti antariksa. Ditambah, astronomi memang telah menjadi salah satu kebutuhan manusia sejak lama, terutama dalam hal navigasi serta penentuan dan pembagian waktu. Terlebih bagi Muslim, astronomi berfungsi lebih jauh untuk menentukan arah Ka’bah dan juga lima waktu shalat.

Ayat Al-Quran Tentang Sains
Teori Big Bang atau Letupan Besar yang dikemukakan pada abad 20 menjadi bukti sekaligus penegas kebenaran ayat Alquran di atas. Ayat tersebut menjelaskan proses awal penciptaan alam semesta sejak 14 abad lalu, ketika teknologi belum menunjang penelitian astronomi dan bahwa sang penerima wahyu, Rasulullah saw, bahkan tak mengenal baca-tulis.

Teori tersebut menjelaskan, semesta bermula dari sebuah benda seukuran bola tenis pada masa 0 detik atau sebelum semuanya ada. Materi tersebut sangat padat dengan kepadatan tak terkira dan suhu yang luar biasa. Ia meledak, dan pada detik pertama menghasilkan partikel dan energi eksotis. Lalu, tiga menit pertama, tercipta hydrogen (unsur pembentuk air) dan helium.

Proses tersebut berlangsung sampai dengan enam tahap hingga tercipta alam semesta seperti sekarang. Teori abad 20 tersebut sekaligus menjelaskan apa yang telah dipaparkan Alquran dalam surah Yunus ayat 3, “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan...”

Sebagai benda langit yang tidak muncul secara tiba-tiba, bintang seperti matahari tidak bertahan selamanya. Setelah lahir dan berevolusi, ia akan mati. Situs hubblesite.org (versi online dari “Hubble Space Telescope: New Views of The Universe”) menjelaskan, setelah bintang kehabisan semua bahan nuklirnya, ia akan mati. Fenomena Cat’s Eye Nebula yang berhasil didokumentasikan menggunakan kamera teleskop Hubble menunjukkan detik-detik kematian sebuah bintang yang dikenal sebagai Planet Nebula.

Planet Nebula bukanlah planet seperti namanya. Ia adalah sebuah bintang sebagaimana matahari yang berada sekitar 3.000 tahun cahaya dari bumi, dan diperkirakan telah berumur 1.000 tahun lebih (dinamai “planet” sekitar seabad lalu karena terlihat seperti planet melalui teleskop kecil kala itu). Ledakan bintang yang berada di bagian utara konstelasi Draco ini menghasilkan ledakan menyerupai mawar berwarna merah.

Fenomena tersebut sekali lagi menjelaskan satu firman Allah yang lain. “Maka apabila langit terbelah dan menjadi merah mawar seperti (kilapan) minyak...” (QS. Ar-Rahman: 37). Karena itu, Cat’s Eye Nebula disebut pula Oily Red Rose Nebula yang berarti “nebula mawar merah yang berminyak”.

Dunia mengenal astronom-astronom hebat periode kuno seperti Thales (Yunani, 624-547 SM), Anaximander (Yunani, 611-547 SM), Pythagoras (569-475 SM), Aristotle (Yunani, 384-322 SM), Aristarchus (Yunani, 310-230 SM), dan Hipparchus (Yunani, 190-120 SM).

Meneruskan prestasi mereka, pada era berikutnya muncul nama-nama besar lainnya seperti Claudius Ptolemy (Yunani, 85-165 M), Nicolaus Copernicus (Polandia, 1473-1543 M), Tyco Brahe (Denmark, 1546-1601 M), Galileo Galilei (Italia, 1564-1642 M), johannes Kepler (Jerman, 1571-1630 M), Giovanni Cassini (Italia, 1625-1712 M), atau Isaac Newton (Inggris, 1643-1727).

Selain mereka, ilmuan dan astronom Muslim tak ketinggalan ikut mencatatkan nama mereka dalam sejarah dan perkembangan astronomi. Peran dan sumbangan pemikiran mereka ikut mewarnai perkembangan ilmu astronomi.

Sebut saja Ahmad ibn Muhammad ibn Katsir al-Faraghani (Persia, mencapai puncak prestasinya pada 683 M), Abu Abdallah Muhammad Ibn Jabir Ibn Sinan al-Battani (Iran, sekitar 850-923/9 M), Abd al-Rahman al-Sufi (Persia, 903-986 M), Abul Wafaa Al-Bozgani (Iran, 940-998 M), Abu Ishak Al-Nakkash Al-Zirikli, Abul Yosr Bahaa' ad-Din Al-Kharki (950-1029), al-Badie' al-Astralbi (1139 M), Ibnu al-Shater (1306-1375 M), Olgh Bek, Al-Syams Rudani El-Din Al Fasi, al-Khawarzimi (Baghdad, 780-850), al Zarquli (wafat 1087), Omar al Khayyami (1048-1126), dan Shihab al Ahmed bin Majid al Najdi (c.1500).

Dalam Historical Encyclopedia of Natural and Matematical Sciences Volume 1 karya Ari Ben-Menahem (2009), disebutkan pula sejumlah nama lain. Seperti, Abu Mahsar (805-929 M), Yaqub ibn Ishaq al-Kindi (815-873 M), Al-Sabi’ Tsabit ibn Qurra al-Harrani (Irak, 836-901 M), Ibn Yunus (Mesir, 940-1009), Ibn al-Haitam (Basra dan Mesir, 965-1039), Abu Rayhan al-Biruni (Persia, 973-1048), Ibn al-Banna al-Marakushi (Maroko, 1190-1265), Qutb al-Din al-Shirazi (Persia, 1236-1311), dan Jamshid al-Kashi (Iran, 1360-1436).

Selain dikenal sebagai astronom, mereka adalah matematikawan, filosofer, penulis, kaligrafer, dokter, atau juga musisi. Beberapa diantara karya mereka bahkan pernah menjadi rujukan utama astronomi dunia.

Perbedaan Antara Muslim dan Mukmin

Perbedaan antara Muslim dan Mukmin adalah cukup signifikan. Muslim ialah orang yang telah mendapat Islam dan percaya ajaran-ajarannya. Sedangkan Mukmin adalah seorang Muslim dengan lebih tinggi derajat keimanannya, dengan hatinya memiliki rasa takut kepada Allah swt. dan selalu mematuhi ajaran dalam Al-Quran. Dengan demikian, setiap Mukmin adalah seorang Muslim tapi tidak setiap Muslim adalah seorang Mukmin. Meskipun begitu, mereka akan senantiasa tunduk dan mentaati Allah dengan suka rela atau terpaksa tanpa membeda-bedakan satu perintah dengan perintah yang lain.

Mu’min (bahasa Arab: مؤمن) adalah istilah bahasa Arab, sering dirujuk dalam Quran, secara harfiah berarti “percaya”, dan menandakan seseorang yang memiliki penyerahan sepenuhnya kepada kehendak Allah dan memiliki iman di hatinya, yaitu “orang Muslim yang beriman”.

Perbedaan antara mukmin dan muslim tentunya harus diketahui. Menjadi orang Islam memang mudah dengan hanya mengucapkan dua kalimah syahadat kita sudah dianggap orang muslim, namun hanya orang-orang mukmin saja yang layak digelar muslim sejati. Allah Ta’ala berfirman: “Dan Nabi Musa berkata: Wahai kaumku, jika kalian telah beriman kepada Alloh, maka kepada-Nya lah kalian berserah diri jika kalian menjadi orang-orang Islam”. (Yunus: 84).

Perbedaan Antara Muslim dan Mukmin
Para ulama menafsirkan Iman sebagai amal batin, sedangkan Islam sebagai amal dzohir. Karena iman pada dasarnya adalah pembenaran dangan hati terhadap apa yang diyakini dan dipercaya. Sementara asal makna Islam adalah ketundukan dan kepatuhan yang menuntut kerja dengan anggota badan. Seorang muslim adalah orang yang tunduk menyerah kepada perintah Allah dan mematuhi-Nya.

Orang Muslim
Seorang Muslim akan tunduk dan mentaati Allah dengan suka rela atau terpaksa tanpa membeda-bedakan satu perintah dengan perintah yang lain. Apabila Allah memerintahkan satu perintah, maka dia segera melaksanakannya. Dan apabila melarang sesuatu dalam agama Islam, maka dia meninggalkan dan menjauhinya. Dia meyakini bahwa perintah Allah hanya berisi maslahat semata, sedangkan yang dilarang-Nya hanya berisi mafsadat (kerusakan).

Perbedaan antara Mukmin dengan seorang Muslim laki-laki dan perempuan adalah mereka yang Muslim berarti telah menerima dan mengikrarakan Islam sebagai agamanya dengan mengucapkan kalimah syahadat. Artinya, mereka mengetahui sudah menerima segala kewajiban-kewajiban dan hak-hak yang telah digariskan oleh Islam.

Seseorang yang mengaku Muslim berarti mengamalkan 2 kalimat syahadat, shalat, zakat, shaum, dan haji (bagi yang mampu). Semua amal-amal ibadah lainnya juga termasuk di dalamnya. Sementara 5 rukun Islam yang menduduki semacam kerangka dasar bangunan Islam berdiri tegak di atasnya, tidak sempurna Islam kecuali dengan kelimanya. Sedangkan amalan, masuk di dalamnya amalan hati dan amalan anggota badan.

Orang Mukmin
Sedangkan orang Mukmin yaitu mempercayai dengan perkataan, perbuatan, dan i’tiqad (keyakinan). Perkataan hati dan lisan, amalan hati dan anggota badan. Meyakini dan mengenal Allah dengan cara seperti mengkaji ilmu-ilmu agama kepada orang Alim/Ulama, berakhlak mulia, menjalankan ibadah wajib dan sunnah , membaca Al-Quran, berdoa, tidak berbuat zina, tidak minum alkohol atau khamar, tidak berjudi, segera bertaubat jika melakukan kemaksiatan, bersedekah dan banyak lagi.

Perbedaan antara orang Mukmin dan Muslim adalah mereka yakin dan selalu menjalankan Ibadah dengan rasa keimanan yang kuat, bukan hanya mengikuti kewajiban saja. Adapun ciri dari orang yang beriman atau Mukmin adalah mereka yang mengamalkan rukun Islam dan Iman, yakni sebagai berikut:
Rukun Islam
1. Syahadat
2. Shalat
3. Puasa
4. Zakat
5. Haji (bagi yang mampu)

Rukun Iman
1. Iman kepada Allah
2. Iman kepada para malaikat Allah
3. Iman kepada kitab-kitab Allah
4. Iman kepada para rasul Allah
5. Iman kepada hari akhir
6. Iman kepada qada dan qadar

Imam Syafi’i berkata, “Iman itu meliputi perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang. Bertambah dengan sebab ketaatan dan berkurang dengan sebab kemaksiatan.” Imam Ahmad berkata, “Iman bisa bertambah dan bisa berkurang. Ia bertambah dengan melakukan amal, dan ia berkurang dengan sebab meninggalkan amal.” Imam Bukhari mengatakan, “Aku telah bertemu dengan lebih dari seribu orang ulama dari berbagai penjuru negeri, aku tidak pernah melihat mereka berselisih bahwasanya iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang.”

Apapun itu perbedaan antara Mukmin dan Muslim, tidak menjamin diri mereka selamat dari panasnya siksaan api neraka. Orang muslim ada kalanya melanggar ajaran islam sama dengan secara sengaja ataupun tidak, tetapi orang mukmin senantiasa takut untuk melanggar hukum Allah SWT. Karena bagaimanapun hal tersebut bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan kerena sebagai manusia banyak salah dan khilafnya. Manusia senantiasa diuji oleh Allah atau dari diri mereka sendiri dalam menghadapi kehidupan yang sementara.

Saturday, July 23, 2016

Istiqomah Bikin Hidup Makin Berkah

Istiqomah Bikin Hidup Makin Berkah, umat Islam yang bertakwa mempunyai kepribadian istiqomah, tak pernah goyah karena badai kehidupan. Berlandaskan akidah yang benar, ia tak mudah goyah karena bencana dan kejadian apa pun. Akidahnya tetap, karena kekuatan, konsistensi, serta keyakinannya yang tidak goyah. Karena itulah, kita melihat seorang Muslim yang benar akidahnya, dalam setiap keadaan, pekerjaan, serta perkataannya, selalu konsisten.

Dalam keadaan gembira, sedih, ditimpa kesulitan, atau mengalami berbagai kemudahan, ia tak berubah, selalu konsisten. Istiqomah dalam setiap keadaan itu disebabkan akidahnya. Dalam banyak kesempatan kita bisa melihat seorang Muslim yang berakidah benar, semua sikap dan perilakunya tak pernah berubah.

Selain ketaatan serta ibadahnya yang tetap, ruang batinnya pun tak berbeda dengan apa yang dinyatakannya. Beribadah bukan agar dilihat manusia dan bukan sekadar pura-pura. Sebab suka mengelabuhi manusia adalah termasuk ciri orang munafik, sebagaimana diterangkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu bermaksud menipu Allah, tetapi Allahlah yang menipu mereka. Jika mendirikan shalat, mereka melakukannya dengan malas dan agar dilihat manusia. Mereka tak menyebut Allah, kecuali sedikit.” (An Nisaa’: 142).

Istiqomah Bikin Hidup Makin Berkah


Selain bekerja, berusaha, dan berpendirian tetap, seorang Muslim tidak bermalas-malasan, apalagi meremehkan pekerjaan. Ia memegang standar kelayakan dalam bekerja. Jika menjadi tuan, ia tak berbuat aniaya terhadap orang-orang yang berbuat aniaya kepadanya. Jika menjadi pekerja, ia ikhlas dalam bekerja. Menyelesaikan pekerjaannya sampai tuntas, konsisten dalam kebenaran dan keadilan, serta tidak menipu apalagi curang. Ia pun tak menyakiti orang lain dalam setiap keadaan.

Dalam hadist, Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam, menjelaskan, “Siapa yang mendustakan kami, maka bukan masuk golongan kami.” (Muslim).

Ketika sikap istiqomah melekat pada kepribadian Muslim, maka jika berjanji ia akan setia menepatinya. Ia tak akan mengingkari janjinya. Allah telah menegaskan, “Tepatilah oleh kalian janji itu. Sesungguhnya janji itu harus dipertanggungjawabkan.” (al-Isra’: 34)

Sementara itu, orang-orang yang tidak menepati janji, mereka adalah kaum munafik. Rasulullah menerangkan, “Tanda-tanda orang munafik ada tiga; jika berbicara ia berdusta; jika berjanji ia mengingkari; dan jika dipercaya ia berkhianat.” (Bukhari dan Muslim).

Sementara tanda-tanda orang beriman telah disebutkan Al-Qur’anul Karim, “Dan orang-orang yang senantiasa menjaga janji serta amanah.” (al-Mu’minun: 8).

Kemudian, ciri-ciri yang jelas bagi kepribadian islami adalah kesediaan berjuang di jalan Allah, mempertahankan kebenaran, serta menguatkan barisan. Allah telah menegaskan, “Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian bertemu dengan sekelompok musuh, maka menetaplah, dan ingatlah Allah selalu, agar kalian beruntung.” (al-Anfal: 45).

Lebih jauh lagi Al-Qur’anul Karim menegaskan seruannya untuk bersabar, dan menguatkan kesabaran itu diiringi dengan selalu bertakwa kepada Allah, “Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian, dan kuatkanlah kesabaran itu, disertai kesiapsiagaan. Dan bertakwalah kalian kepada Allah agar kalian beruntung.” (Ali-Imran: 200).

Istiqomah merupakan unsur terpenting dalam pembentukan kepribadian Islami, di samping berkata serta bertindak secara benar. Rasulullah merupakan contoh yang utama dalam hal sikap konsisten.

Dalam menyiarkan Islam, misalnya, manakala menghadapi orang-orang musyrik, beliau tetap istiqomah dalam sikapnya, kendati menerima respon yang kurang mengenakkan dari orang-orang kafir. Bahkan mereka mengancam, menakut-nakuti dengan berbagai sarana. Di antara pemimpin orang kafir adalah paman beliau sendiri yang tak mempercayai kenabiannya. Toh sikap Nabi tidak berubah. Tetap konsisten.

Dengan nada yang tak menyimpan ketakutan, beliau menyatakan kepada pamannya, “Demi Allah, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan dakwah ini, aku tak akan berhenti sampai Allah menampakkan kebenaran atau mereka binasa.”

Imam al-Qurthubi menceritakan; Ada seorang pemuda yang sholih. Ia rajin dan taat beribadah. Setiap hari ia selalu mengumandangkan adzan dimenara masjid untuk memanggil umat muslim agar segera kemasjid untuk menunaikan sholat berjamaah. Begitu banyak orang yang kagum atas kesholihan sang pemuda muadzin ini.

Namun di suatu hari, saat pemuda ini berada di atas menara masjid untuk  mengumandangkan  adzan, di bawah menara di sebuah jendela dilihatnya seorang gadis nan jelita. Berdeguk hatinya. Dan langsung jatuh hati pada pandangan pertama. Tak kuasa menahan rasa, pemuda muadzin pun bergegas turun dari menara. Dan segera ditemui si gadis pesona.

“Apa yang Anda inginkan?” tanya si gadis.

“Dirimu,” jawab pemuda.

“Kenapa begitu?” tanya gadis.

“Aku jatuh hati saat pertama melihatmu,” kata pemuda muadzin.

“Aku tak ingin berbuat dosa,” kata gadis.

“Aku ingin menikahimu,” timpal pemuda.

“Tidak bisa! Anda seorang Muslim. Saya nasrani. Ayahku tidak akan mengijinkan Anda menikahiku,” kata gadis.

“Demi mendapatkanmu aku rela meninggalkan agamaku dan masuk agamamu,” kata pemuda yang lagi dimabuk asmara.

Dan singkat cerita, pemuda muadzin pun masuk nasrani. Namun malang nasibnya, saat hendak menaiki tangga loteng rumah si gadis pujaan hatinya, pemuda mantan muadzin itu terpeleset jatuh dan meninggal dunia. Mati dalam kondisi murtad. Mati sebagai adh- Dhallin, orang-orang yang tersesat.

Sekelumit kisah di atas menunjukan, menjaga agar tetap istiqomah di jalan iman itu bukanlah hal yang  mudah. Untuk memulai suatu kebaikan juga berat. Namun menjaga agar apa yang sudah dimulai tetap istiqomah tentunya lebih berat lagi.

Suatu ketika Rasulullah ditanya oleh sahabat Abu Amrah, “Ya Rasulullah, katakanlah kepadaku ungkapan tentang Islam, yang aku tidak akan lagi menanyakanya kepada seorang pun selain engkau.”  Dengan singkat beliau menjawab, “Katakanlah, ‘Aku beriman kepada Allah kemudian istiqomalah’.” (HR Muslim)

Ibnu Mubarok menceritakan dari Wahb bin Munabbih, ada seseorang yang memperhatikan seseorang yang lewat di hadapanya. “Apa yang kamu perhatikan?” tanya Wahb bin Munabbih.

Orang itu menjawab, “Aku begitu kagum pada si fulan, ia sungguh rajin beribadah sampai sampai ia meninggalkan kenikmatan dunia.” Wahb bin Munabbih kemudian berkata, “Tidak perlu kagum kepada orang yang meninggalkan kenikmatan dunia seperti itu. Sungguh aku lebih kagum kepada orang yang bisa istiqomah.”

Sungguh kita tidak pernah tahu bagaimana akhir kehidupan seseorang. Juga akhir kehidupan diri kita ini. Siapa yang dapat menjamin iman akan tetap tergenggam hingga akhir hayat? Siapa yang mampu pastikan iman di dada tidak akan lepas karena tergoda?

Begitulah beliau, sebagai contoh dari sosok yang konsisten dalam bersikap. Tetap berdakwah, sampai Allah memenangkan agama-Nya. Padahal yang akhir itulah baik atau buruk seseorang akan ditentukan nilainya. Husnul khatimah ataukah suul khatimah.

Untuk itulah, hendaknya setiap diri ini senantiasa waspada. Apapun amal yang sudah dilakukan jangan pernah merasa lebih unggul, lalu menganggap remeh orang lain. Tetap berhati-hati, peka pikiran dan perasaan jangan sampai menuruti godaan syahwat ataupun subhat. Terus berusaha meningkatkan keimanan dan tak lupa senantiasa berdoa kepada Allah semoga tetap istiqomah di jalan iman.

Friday, July 22, 2016

Ciri Calon Ahlul Jannah (surga)

Surga adalah tempat terindah yang diidamkan oleh setiap orang beriman. Di dalamnya terdapat berbagai kenikmatan dan kenyamanan yang belum pernah dirasakan manusia selama hidup di dunia. Allah berfirman: “Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya.” (QS Al-Furqan [25]: 24).

Sebagai hadiah spesial, surga tentu tak bisa dimasuki oleh setiap orang begitu saja. Ia punya kriteria dan syarat khusus untuk bisa menikmatinya. Setidaknya bekal yang dibutuhkan dianggap cukup oleh Allah untuk mendapat izin masuk ke dalam surga.

Ciri Calon Ahlul Jannah (surga)

Allah berfirman: “Dan didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tidak jauh dari mereka. Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat.” (QS. Qaf [50]: 31-33).

Ibn al-Qayyim al-Jauziyah dalam Kitab Al-Fawaaid menjelaskan dengan rinci. Sebagai janji dari Allah untuk mendekatkan surga kepada orang-orang bertakwa dengan ciri-ciri tersebut. Berikut empat ciri calon penghuni surga tersebut:

Pertama, Awwab. Yaitu orang yang kembali kepada Allah dari kemaksiatan. Dalam makna lain disebutkan, pulang kepada dzikrullah setelah melalaikan-Nya.

Ubaid ibn Umair menjelaskan, awwab adalah yang mengingat dosa-dosanya lalu beristighfar dan bertobat. Sedang Imam Mujahid mengatakan awwab adalah orang yang mengenang kesalahannya saat sendirian, ia memohon maghfirah kepada Allah.

Melakukan kesalahan adalah keniscayaan bagi manusia. Tapi hal itu bukan alasan untuk tenggelam dalam kesalahan atau dosa tanpa perbaikan. Dengan memperbanyak istighfar, seorang hamba bisa terhindar dari memikul beban yang berat dan selalu menemukan jalan keluar dari setiap permasalahan.

Allah berfirman: "Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Al-Imran [3]: 135).

Kedua, Hafidz (Memelihara aturan-aturan Allah). Ibn Abbas mengatakan bahwa maksud dari “memelihara semua peraturan Allah” ialah memelihara apa-apa yang diamanatkan oleh Allah kepadanya dan apa-apa yang difardhukan atasnya.

Qatadah berucap, memelihara semua peraturan Allah adalah memelihara semua hak dan nikmat Allah padanya. Nafsu itu memiliki dua kekuatan. Kekuatan untuk menuntut dan kekuatan untuk menahan.

Seorang awwab menggunakan kekuatan untuk menuntut tersebut dalam mendorong dirinya kembali ke jalan Allah. Sedangkan kekuatan untuk menahan itu dipakai untuk menghindari berbagai kemaksiatan dan larangan Allah.

Ibarat sebuah tanaman, ketika keimanan tersebut dibiarkan begitu saja dan tak dipelihara maka perlahan pohon keyakinan itu menjadi layu. Sebaliknya,  jika keimanan tersebut disiram, diberi pupuk dan dipelihara dengan baik, niscaya keyakinan itu tumbuh subur dan dapat dipetik hasilnya.

Terlebih karena secara mendasar, keimanan itu bersifat fluktuatif. Kadang ia mendaki naik namun tak sedikit iman itu terpelanting jatuh hingga nyaris berada di bibir jurang yang dalam. Olehnya, memupuk keimanan kita dengan amal shaleh adalah keniscayaan bagi seorang Muslim.

Ketiga, khasyyah. Secara bahasa khasyyah adalah takut. Khasyyah adalah rasa takut seorang hamba yang disebabkan ilmu yang dimilikinya terhadap hal yang ditakuti.

Semakin besar rasa khasyyah, kian besar rasa cinta seorang hamba kepada Allah. Dengan rasa tersebut, seorang hamba melakukan semua amalan yang diperintahkan demi menunjukkan cintanya kepada Allah.

Sebagaimana, rasa khasyyah dapat meminimalisasi perbuatan maksiat seorang hamba. Karena ia merasa bahwa Allah ada di mana-mana dan mengawasi tingkah lakunya sehingga dia takut untuk melakukan perbuatan maksiat.

Keempat, Hati yang inabah. Ibn Abbas mengatakan, maksudnya ialah datang dengan hati yang kembali kepada Allah dari kemaksiatan. Karena hakikat inabah adalah menghadapnya qalbu kepada ketaatan kepada Allah.

Inabah merupakan inti dari ibadah yang agung. Allah mensifati para Nabi serta hamba yang beriman dengan sifat inabah ini. Allah berfirman: “Dan sungguh, Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit), kemudian dia bertobat.” (QS. Shad [38]: 34).

Lebih jauh Ibn al-Qayyim menambahkan, inabah adalah kembali menggapai ridha Allah dengan disertai taubat serta mengikhlaskan niat. Inabah merupakan pintu kebahagiaan untuk memperoleh hidayah dari Allah.

Demikian empat ciri calon penghuni surga yang terangkum dalam al-Qur’an. Semoga menjadi motivasi bagi setiap Muslim untuk memilikinya sekaligus menjadi jalan menuju pintu surga yang dijanjikan Allah.

Sunday, July 17, 2016

Keistimewaan Shalat Jum'at

Sholat merupakan amalan yang harus dikerjakan oleh umat Islam. Pada hari Jum'at, ada ibadah khusus bagi kaum laki-laki yaitu menunaikan ibadah shalat Jum'at. Shalat Jum'at adalah fardhu 'ain hukumnya, yaitu wajib bagi laki-laki dewasa atau baligh yang beragama Islam, merdeka dan tidak sedang dalam perjalanan jauh.

Sementara itu, shalat Jum'at tidak diwajibkan untuk perempuan, anak-anak, hamba sahaya dan seseorang yang sedang dalam perjalanan jauh. Karena wajib bagi umat Islam terutama yang laki-laki, maka ibadah shalat Jum'at tidak boleh ditinggalkan oleh kaum pria. Bagi yang menjalankan perintah Allah ini, Allah memberikan keistimewaan bagi mereka yang melaksanakan shalat Jum'at.

Keistimewaan Shalat Jum'at


Sebagaimana yang Rasulullah sampaikan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa memperbaiki wudhunya kemudian ia mendatangi shalat Jum'at atau ia mau mendengarkan dan memperlihatkan (khutbah) niscaya ia akan diampuni dosanya sebelum sholat Jum'at sampai Jum'at berikutnya ditambah tiga hari lagi dan barang siapa yang beriman dengan pasir (tidak memperhatikan khutbah) maka sungguh (amalnya) sia-sia belaka [HR. Muslim]

Selain itu, setiap langkah kaki yang dilakukan oleh orang yang pergi ke masjid untuk shalat Jum'at juga akan menghapus dosa-dosanya, dan juga menambah pahala baginya. Hal ini tertera dalam hadits sebagai berikut, Rasulullah bersabda:

"Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, barangsiapa bersuci (wudhu) dirumahnya kemudian ia berjakan menuju rumah Allah (masjid) untuk menunaikan kewajiban (sholat) yang telah diwajibkan oleh Allah, maka setiap langkahnya dapat menghapus dosa dan meningkatkan derajatnya dan apabila ia mengerjakan sholat, maka malaikat tak akan ada henti-hentinya untuk mendoakan baginya selama ia berada di tempat sholat itu dengan do'anya: "Ya Allah, ampunilah ia, Ya Allah berilah ia rahmat selama ia tidak menyakiti oranglain atau berbicara didalamnya." [HR. Bukhari dan Muslim]

Untuk itu, bagi umat Islam jangan sekali-kali meninggalkan sholat Jum'at. Karena pahalanya sangat besar, dimana akan diampuni dosanya oleh Allah SWT, dan akan diangkat derajatnya. Dan bagi orang-orang yang deengan sengaja meninggalkan sholat Jum'at, maka Allah akan menutup hatinya sehingga ia selalu lupa akan perintah Allah.

Rasulullah bersabda, "Barangsiapa meninggalkan shalat Jum'at tanpa ada halangan atau bahaya, maka ia di tulis menjadi orang munafiq, dalam sebuah catatan yang tidak akan dihapus dan tidak akan ditukar"

Dalam hadits lain, Rasulullah juga bersabda,

"Sungguh berhentilah orang-orang dari perbuatan mereka meninggalkan jamaah shalat Jum'at atau sungguh Allah akan mematri hati mereka, kemudian mereka menjadi orang-orang lalai." [HR. Muslim].

Sehingga, untuk umat Islam terutama bagi yang laki-laki jangan pernah meninggalkan sholat Jum'at. Karena bagi yang meninggalkannya akan dimasukkan kedalam golonganorang-orang munafiq.

Wednesday, July 13, 2016

4 Balasan Dosa Berzina

4 Balasan Dosa Berzina. Era globalisasi mendorong generasi kini melakukan tindakan yang bertentangan dengan nilai dan norma. Tidak hanya berani melawan orang yang lebih tua, sebagian lagi sudah berani melakukan tindakan terlarang oleh agama.

Zina menjadi bentuk degradasi moral yang sudah sering terjadi pada masyarakat kita. Tanpa ikatan apa-apa, dua orang yang bukan muhrimnya melakukan hubungan terlarang tanpa merasa berdosa. Kenikmatan sesaat tersebut memang terasa indah saat di dunia.

4 Balasan Dosa Berzina
Namun tahu kah anda jika kelak di akhirat zina hanya akan berujung siksa? Empat siksaan ini disebutkan Rasulullah akan diterima oleh para pezina. Mulai dari akan diacuhkan Sang Maha Pencipta hingga kekal berada di Neraka-Nya. Bagaimana selengkapnya? Berikut ulasannya.

1. Tidak Akan Diajak Bicara Oleh Allah Saat Hari Kiamat
Hukuman pertama yang akan diperoleh pelaku zina adalah mereka tidak akan diajak oleh Allah SWT saat hari kiamat kelak. Rasulullah SAW bersabda: “Tiga orang yang tidak akan diajak berbicara oleh Allah pada hari kiamat dan tidak akan dilihat serta disucikan, pun bagi mereka adzab yang pedih; seorang tua yang berzina, raja yang pendusta, dan orang miskin yang congkak.” (Diriwayatkan Muslim, An-Nasa’i, dan Ibnu Mandah dari Abu Hurairah)

2. Disiksa dalam Neraka
Orang yang berzina semasa hidupnya ternyata akan menjadi penghuni neraka kelak. Seperti yang diketahui bahwasanya neraka merupakan tempat pembalasan bagi orang-orang yang berbuat dosa selama hidup di dunia. Allah juga akan melipatgandakan azab bagi para pelakunya. Bahkan mereka akan di siksa dalam keadaan yang terhina, kecuali bagi mereka yang bertaubat sewaktu masih hidup.

Abdullah bin Mas’ud ra berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah, ‘Apakah dosa yang paling besar di sisi Allah ta’ala?’ Beliau menjawab, ‘Yaitu kamu menjadikan sekutu bagi Allah padahal Dialah yang menciptakanmu.’ ‘Sungguh itu sangatlah besar. Lalu apa lagi?’ tanyaku kembali. Beliau menjawab, ‘Yaitu kamu membunuh anakmu karena takut kelak ia makan bersamamu.’ ‘Lalu apa lagi,’ tanyaku lagi. Beliau menjawab, ‘Yaitu kamu berzina dengan kekasih (maksudnya istri) tetanggamu.’ Maka Allah SWT menurunkan pembenaran dari sabda beliau dengan firman-Nya, “Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipatgandakan adzab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam adzab itu dalam keadaan terhina, kecuali siapa saja yang bertaubat.” (Al-Furgan: 68-70) [Diriwayatkan Ahmad, An-Nasa’i, dan Ibnu Hibban dengan lafal ini. Dan diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Ibnu Hibban, dan Ahmad, tanpa menyebut ayat ini]

Lihatlah, dari riwayat hadist di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa Allah SWT telah menyertakan penyebutan perbuatan zina dengan istri tetangga masuk dalam dosa besar selain menyekutukan Allah dan membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah SWT untuk dibunuh kecuali dengan alasan yang dibenarkan syara’.

3. Dijilat Api Neraka
Siksaan selanjutnya yang akan diperoleh orang yang gemar melakukan zina adalah, mereka akan diazab dengan dijilat api neraka. Jelas bahwa api neraka itu akan sangat panas, dan mereka akan melolong karena panas yang sangat dahsyat tersebut.

Hadits ini tercantum dalam Bukhari dan Muslim: lmam Bukhari meriwayatkan hadits tidur Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Samurah bin Jundub. Dalam hadits itu disebutkan bahwa beliau SAW didatangi oleh malaikat Jibril dan Mikail. Beliau berkisah, “Kami berangkat pergi sehingga sampai di suatu tempat semisal ‘tannur’ bagian atasnya sempit sedangkan bagian bawahnya luas. Dari situ terdengar suara gaduh dan ribut-ribut. Kami menengoknya, ternyata di situ banyak laki-laki dan perempuan telanjang. Jika mereka dijilat api yang ada di bawahnya mereka melolong oleh panasnya yang dahsyat. Aku bertanya, ‘Wahai Jibril, siapakah mereka?’ Jibril menjawab, ‘Mereka adalah para pezina perempuan dan laki-laki. Itulah adzab bagi mereka sampai tibanya hari kiamat.” (Diriwayatkan Al-Bukhari, Ibnu Hibban, Ath-Thabrani, dan Ahmad, dalam hadist panjang dari Samurah).

Para ulama berkata, “Ini adalah hukuman bagi pezina perempuan dan laki-laki yang masih bujang, belum menikah di dunia. Jika sudah menikah walaupun baru sekali seumur hidup, maka hukuman bagi keduanya adalah dirajam dengan bebatuan sampai mati. Demikian pula telah ternaskan dalam hadits dari Nabi bahwasanya jika hukuman qishash ini belum dilaksanakan bagi keduanya di dunia dan keduanya mati dalam keadaan tidak bertaubat dari dosa zina itu, niscaya keduanya akan diadzab di neraka dengan cambuk api.”

Dalam kitab Zabur tertulis, “Sesungguhnya para pezina itu akan digantung pada kemaluan mereka di neraka dan akan disiksa dengan cambuk besi. Maka jika mereka melolong karena pedihnya cambukan, malaikat Zabaniyah berkata, ‘Ke mana suara ini ketika kamu tertawa-tawa, bersuka ria dan tidak merasa diawasi oleh Allah serta tidak malu kepada-Nya.’”

4. Ditempatkan di Pintu Neraka Paling Busuk Baunya
Selain dijilat oleh api neraka, para pelaku zina juga akan ditempatkan di dalam neraka yang paling busuk baunya. Tentang tafsir bahwa Jahannam itu ‘ia memiliki tujuh pintu‘ (Al-Hijr: 44), Atha’ berkata, “Pintu yang paling hebat panas dan sengatannya dan yang paling busuk baunya adalah pintu yang diperuntukkan bagi para pezina yang berzina setelah mereka tahu keharamannya.”

Makhul ad-Dimasyqiy berkata, “Para penghuni neraka mencium bau busuk berkata, “Kami belum pernah mencium bau yang Iebih busuk dari bau ini’. Dijelaskan kepada mereka, ‘ltulah bau kemaluan para pezina.”

Ibnu Zaid, salah seorang imam dalam bidang tafsir berkata, “Sesungguhnya bau kemaluan para pezina itu benar-benar menyiksa para penghuni neraka.

Demikianlah informasi mengenai siksaan amat pedih yang akan diperoleh pelaku zina pada hari pembalasan di akhirat kelak. Sungguh balasan yang amat pedih bagi orang-orang yang gemar melanggar larangan Allah SWT.

Sebelum terlambat, marilah kita bertaubat Nasuha. Memohon ampun kepada sang pencipta, selagi waktu masih ada. Namun berjanjilah, jika tidak lagi mengulang kembali dosa zina. Semoga kita tidak termasuk dalam golongan demikian.

Saturday, July 9, 2016

Ciri Jiwa yang Suci dalam Islam

Ciri Jiwa yang Suci dalam Islam, banyak manusia kurang perhatian dengan hati atau jiwa. Sangat berbeda dengan perkara fisik. Setitik jerawat di wajah saja, langkah untuk mengobatinya sedemikian luar biasa. Namun, sekali lisan kita merendahkan sesama, menjatuhkan kehormatannya, sama sekali diri tak merasa hati sedang dalam masalah.

Ciri Jiwa yang Suci dalam Islam

Kotoran dosa yang dibiarkan terus menutupi kejernihan hati akan berdampak pada buruknya pemikiran dan perbuatan. Oleh karena itu sangat penting bagi setiap Muslim mengenali ciri-ciri hati yang sehat. Menurut Ibn Qayyim Al-Jauziyah, ciri-cirinya ada 10 macam.

Pertama, hati yang sehat lebih menyukai hal yang bisa memberi manfaat dan kesembuhan daripada terhadap hal yang membahayakan dan menyakitkan, sedangkan hati yang sakit sebaliknya. Untuk itu, mesti dipahami bahwa makanan yang baik bagi hati adalah iman, sedangkan obat terbaik baginya adalah Al-Qur’an. Dan, keduanya (iman dan Al-Qur’an) sama-sama mengandung gizi dan obat sekaligus.

Kedua,menjauhi dunia dan menempatkan diri di akhirat, sehingga seakan-akan merupakan salah satu putra dan penghuni akhirat yang datang ke dunia sebagai perantau yang mengambil sekedar kebutuhannya saja, kemudian kembali ke negeri asalnya.

Hal ini didasarkan pada hadits Nabi, “Jadilah di dunia ini seakan-akan dirimu adalah orang asing atau orang yang singgah dalam erjalanan. Dan anggaplah dirimu sebagai seorang ahli kubur.” (HR. Bukhari).

Kemudian, Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karamallahu Wajhah berkata, “Dunia telah beranjak pergi, sedangkan akhirat telah beranjak datang dan masing-masing memiliki anak-anak. Maka, jadilah anak-anak akhirat, jangan menjadi anak-anak dunia, karena hari ini adalah masa beramal, bukan masa berhitung, sedangkan esok adalah masa berhitung, bukan masa beramal.”

Ketiga, senantiasa memacu pemiliknya ber-inabah dan tunduk kepada Allah Ta’ala. Hatinya senantiasa diajak untuk nikmat dalam mengingat Allah, sebab hanya dengan mengingat Allah semata, hati akan tenteram.

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d [13]: 28).

Imam Abu Husain Waraq berkata, “Kehidupan hati terletak pada mengingat Yang Mahahidup dan Yang tidak akan mati, kehdiupan yang bahagia adalah kehidupan bersama Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.

Keempat, tidak berhenti mengingat Allah, tidak bosan berbakti kepada-Nya serta tidak merasakan kebahagiaan dengan selain-Nya kecuali dengan orang yang membimbing dan mengingatkan kepada-Nya, serta mengajari hal ini.

Kelima, apabila terlewatkan dari wiridnya, ia merasakan kepedihan yang melebihi kepedihan orang rakus yang kehilangan hartanya.

Keenam, merindukan kebakitan sebagaimana orang lapar yang merindukan makanan dan minuman.

Ketujuh, apabila memasuki waktu sholat, kecemasan dan kesedihannya terhadap dunia menjadi lenyap, ia betul-betul keluar dari dunia dan menemukan ketenangan dan kebahagiaan dalam sholat tersebut.

Kedelapan, hanya Allah satu-satunya perhatian dalam hidupnya.

Kesembilan, pelit terhadap waktu agar tidak berlaku sia-sia, melebihi kepelitan orang yang paling pelit terhadap hartanya.

Kesepuluh, senantiasa memperhatikan perbaikan amal, melebihi perhatiannya terhadap amal itu sendiri. Ia berkeinginan kuat untk merealisasikan keikhlasan dan mutaba’ah (mengikuti sunnah Rasul). Selain itu, ia tetap menyadari karunia Allah di dalamnya dan kekurangannya dalam memenuhi hak Allah.

Demikian itulah ciri-ciri hati yang sehat, yang tidak bisa disaksikan kecuali oleh hati yang sehat pula. Hati yang kelak akan dipanggil dengan ridha dari Allah Ta’ala.


“Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.” (QS. Al-Fajr [89]: 27-28).

Ayat di atas sangat baik jika diulang-ulang dalam keseharian kita, agar tumbuh kesadaran dan motivasi untuk mengamalkan apa yang menjadikan hati sehat, sehingga Allah kelak memanggil kita dengan ridha-Nya yang sangat luar biasa. Semoga Allah menolong kita semua, sehingga sepanjang hayat hati kita senantiasa dalam kondisi terbaiknya (sehat).

Tuesday, July 5, 2016

Akibat Meninggalkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Pangkal kekacauan yang terjadi di masyarakat, terutama dalam pemerintah negara disebabkan pembelokan fungsi dan orientasi beragama. Hal ini dapat melemahkan umat Islam dan mengerdilkan peran Islam dalam membangun masyarakat yang beradab, adil dan makmur. Pertikaian internal di kalangan umat Islam, juga disebabkan oleh musykilah ini. Kerusakan sistematis di masyarakat, tidak saja disebabkan pengalihan orientasi berfikir keagamaan. Tapi yang lebih serius dan berbahaya adalah merubah konsep beragama di kalangan umat Islam.

Termaktub dalam Al-Qur’an: “Wahai Muhammad, jauhkanlah dirimu dari orang-orang kafir yang menjadikan agama mereka hanya untuk bersenang-senang dan hiburan. Orang-orang itu terpedaya oleh kesenangan hidup di dunia. Berilah peringatan kepada mereka agar mereka tidak binasa disebabkan dosa-dosa mereka. Mereka kelak tidak akan mempunyai pelindung dan pembela selain Allah dari adzab-Nya. Wahai Muhammad, sekalipun engkau berlaku adil kepada orang-orang kafir, mereka tetap tidak mau menerima peringatan yang kamu sampaikan kepada mereka. Mereka adalah orang-orang yang binasa karena dosa-dosa mereka sendiri. Orang-orang kafir di neraka mendapatkan minuman air panas yang mendidih. Mereka mendapatkan adzab yang sangat pedih karena kekafiran mereka.” (QS. Al-An’aam (6) : 70)

Akibat Meninggalkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Konsep beragama menurut Islam, adalah kepatuhan pada Allah dan Rasul-Nya dalam melaksanakan syari’atNya. Namun, konsep beragama seperti direduksi oleh sebagian ulama dan tokoh Islam, sehingga beragama tidak lagi menurut Allah dan RasulNya, melainkan mengadopsi konsep beragama orang kafir. Konsep beragama menurut orang kafir, yang dipersonifikasikan Fir’aun dalam ayat diatas, hanyalah sebagai hiburan, bersenang-senang, hura-hura menikmati kesenangan hidup di dunia. Bahkan mereka rela mengorbankan bangsanya, merusak generasi muda demi memenuhi kesenangan hawa nafsunya.

Untuk tujuan hiburan, mereka menyeret masyarakat menjadi pemabuk, penzina, penjudi, pemerkosa, narkoba, dengan membangun fasilitas hiburan yang merusak itu. Alasannya, kadang-kadang dungu dan tidak logis. Misalnya, untuk menambah devisa negara, menyemarakkan pariwisata dll. Akibatnya bisa kita saksikan sekarang, korupsi merajalela, kejahatan seksual jadi problema sosial yang akut, mabuk atau teler disebut sebagai pemicunya. Sebagai solusinya, daripada taat pada Syariat Islam, pezina dicemeti dan dirajam hingga mati, malah penguasa mencari hukum ke Cina kuno, yaitu hukum kebiri.

Agama harus tunduk pada kemauan budaya. Tapi anehnya, mereka tidak mau disebut manusia tidak beragama. Manusia komunis, yang anti Tuhan pun, menolak disebut tidak beragama. Karena itu tradisi budaya dipersepsikan sebagai agama, lalu mereka mengatakan, “agama merupakan hasil pergumulan budaya”.

Konsep beragama orang kafir ini sudah menjalar ke negeri-negeri muslim. Perhatikan opini yang dikembangkan kaum intelektual muslim dan tokoh-tokoh ormas Islam. “Kita mengembangkan dakwah kultural”. Ada lagi, “agama harus mengikuti kearifan budaya lokal”. “Misi agama adalah membawa perdamaian, toleransi tanpa diskriminasi, kerukunan antar umat beragama. Agama tidak boleh berbenturan dengan budaya dan keinginan masyarakat. Karena itu radikalisme dan segala bentuk kekerasan atas nama agama harus diberantas”. Inilah pola penghancuran agama secara sistematis.

“Seorang laki-laki mukmin dari golongan Fir’aun yang menyembunyikan imannya berkata: “Wahai pengikut Fir’aun, apakah kalian akan membunuh seorang laki-laki hanya karena ia berkata: ‘Tuhanku adalah Allah’. Padahal dia datang kepada kalian membawa bukti-bukti kebenaran dari Tuhan kalian? Jika dia berbohong, kebohongannya itu menjadi tanggung jawabnya sendiri. Akan tetapi jika ia benar, sungguh sebagian adzab yang ia ancamkan kepada kalian akan menimpa kalian. Sungguh Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang yang menentang agama Allah lagi berbohong.” (QS Al-Mu’min (40) : 28)

Kesibukan dengan tradisi perayaan hari besar agama, tidak ada korelasinya dengan perbaikan akhlak, pemantapan aqidah. Tidak mengundang ridha Allah, tidak juga menyiapkan generasi yang selamat dunia dan akhirat. Ramainya perayaan Isra’ Mi’raj misalnya, tidak berkolerasi dengan peningkatan jumlah umat Islam yang shalat berjamaah, tidak juga membawa kondisi masyarakat ke arah yang lebih baik. Yang tercipta hanyalah angan-angan, ilusi, halusinasi, darpada tidak berbuat sama sekali.

Padahal Islam melarang umatnya agar tidak mengikuti tradisi orang kafir. Allah Subhanahu wa Ta’ala menasihatkan para rasulNya agar tidak beragama mengikuti konsep orang kafir, tidak mengikuti tradisi budaya mereka seperti peringatan nyepi, membuat sesaji, ibadah dengan cara menyanyi, menari-nari, perayaan tahun baru, care free day dll. Sebab orang kafir menciptakan hari besar agama berupa karnaval, festifal dimalam peringatan hari besarnya sebagai sarana bersenang-senang, bukan ketaatan pada Allah yang Maha Pencipta.

Kehadiran agama di dunia ini adalah untuk mengoreksi kesesatan masyarakat, bila perlu konfrontasi dengan kebathilan, bukan kompromi dengan alasan toleransi maupun hak asasi. Berkompromi dengan kebathilan demi untuk kesenanfan dunia adalah beragama gaya Fir’aun, bukan menurut Allah dan RasulNya.

Apabila gerakan Islam terjebak dengan konsep beragama ala Fir’aun, maka semangat dan tekad perjuangan dakwah akan melemah. Orientasi memberantas kebathilan akan terpasung oleh rekayasa toleransi ala FKUB (Forum Komunikasi Umat Beragama), tunduk pada kemauan orang banyak, toleran terhadap kesesatan atas nama kerukunan beragama. Akhirnya umat Islam akan kehilangan semangat amar ma’ruf nahy munkar, perkawanan terhadap jebathilan dan kezaliman akan meredup.

Khalifah Ustman bin Affan ra mengingatkan, “Jangan tinggalkan amar na’ruf dan nahy munkar. Jika kalian tinggalkan niscaya Allah akan membiarkan orang-orang jahat sebagai pemimpin kalian.”

Friday, July 1, 2016

Akhlak Pemimpin Menurut Islam

1. Jujur dan dapat dipercaya
Dalam syariat Islam yang penuh keindahan ini, kejujuran adalah akhlak mulia yang sangat dijunjung tinggi, sedangkan kedustaan adalah dosa besar yang sangat dicela. Wajib bagi seorang Muslim,  untuk berhias dengan kejujuran dan meninggalkan kedustaan.


Al-Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah pernah mengatakan akan bahaya dusta dalam kitab beliau, al-Fawaid. “Berhati-hatilah dari dusta! Sebab, perbuatan dusta akan merusak pemahaman Anda terhadap suatu perkara sehingga Anda tidak bisa memahaminya sebagaimana hakikatnya. Selanjutnya, dusta akan membuat Anda tidak bisa menggambarkan perkara tersebut dan menjelaskannya kepada manusia sesuai dengan keadaan sebenarnya.”

Allah ‘azza wa jalla berfirman; “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaknya kalian bersama dengan orang-orang yang jujur.” (at-Taubah: 119)

2. Adil dalam mengambil keputusan
Islam adalah agama yang mengajak kepada keadilan, oleh karena itu Islam memerintahkan untuk memberikan hak kepada masing-masing yang memiliki hak. Inilah yang disebut keadilan. Adil bukanlah persamaan hak dalam segala hal. Namun adil adalah menempatkan setiap manusia pada tempat yang selayaknya dan semestinya, serta menempatkan segala sesuatu pada posisinya yang telah diatur dalam syariat-Nya.

Allah ta’ala berfirman: “Dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” (QS: An-Nisa`: 58)

Islam memerintahkan berbuat adil, membenci perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan.  Hatta, adil pada kaum yang kita benci. (Al-Ma`idah: 8)

3. Peduli terhadap Orang Lain
Kepedulian kita terhadap sesama karena Allah ta’ala semata, bukan karena organisasi, partai, aliran, marga, atau kepentingan dunia yang lain. Bentuk kepedulian kita terhadap sesama adalah atas dasar persaudaraan. Allah ta’ala memberitakan tentang persaudaraan yang hakiki karena keimanan: “Hendaklah kalian menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah z)

Rasulullah sallah alaihi wasallam menggambarkan kuatnya ikatan persaudaraan karena Allah ta’ala; “Permisalan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi, seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh merintih atau mengeluh, semua anggota tubuh yang lain akan ikut merasakannya dengan tidak bisa tidur dan demam.” (Muttafaqun alaih dari an-Nu’man bin Basyir radiallahuanhuma).

4. Berperilaku etis dalam kehidupan 
Islam mengajarkan adab dan akhlak yang mulia. Adalah  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang wajib kita teladani dan kita tiru amalannya. Dari Anas radhiallahu ‘anhu berkata; “Aku melayani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selama sepuluh tahun. Demi Allah, beliau tidak pernah sekali pun berkata kepadaku “Ah”. Tidak pula beliau berkata, “Mengapa engkau berbuat begini? Tidakkah engkau melakukan demikian?”

Beginilah seharusnya kepempimpinan yan dibutuhkan. Jika perangainya mulia, ketika ia telah kehilangan jabatan, ia tak akan kehilangan legitimasi. Sebab suri tauladan dan akhlaknya akan dikenang orang. Tanpa nilai-nilai di atas, siapapun pemimpin ia tak akan dikenang kebaikannya di saat dia jatuh atau turun dari jabatannya.