Saturday, July 23, 2016

Istiqomah Bikin Hidup Makin Berkah

Istiqomah Bikin Hidup Makin Berkah, umat Islam yang bertakwa mempunyai kepribadian istiqomah, tak pernah goyah karena badai kehidupan. Berlandaskan akidah yang benar, ia tak mudah goyah karena bencana dan kejadian apa pun. Akidahnya tetap, karena kekuatan, konsistensi, serta keyakinannya yang tidak goyah. Karena itulah, kita melihat seorang Muslim yang benar akidahnya, dalam setiap keadaan, pekerjaan, serta perkataannya, selalu konsisten.

Dalam keadaan gembira, sedih, ditimpa kesulitan, atau mengalami berbagai kemudahan, ia tak berubah, selalu konsisten. Istiqomah dalam setiap keadaan itu disebabkan akidahnya. Dalam banyak kesempatan kita bisa melihat seorang Muslim yang berakidah benar, semua sikap dan perilakunya tak pernah berubah.

Selain ketaatan serta ibadahnya yang tetap, ruang batinnya pun tak berbeda dengan apa yang dinyatakannya. Beribadah bukan agar dilihat manusia dan bukan sekadar pura-pura. Sebab suka mengelabuhi manusia adalah termasuk ciri orang munafik, sebagaimana diterangkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu bermaksud menipu Allah, tetapi Allahlah yang menipu mereka. Jika mendirikan shalat, mereka melakukannya dengan malas dan agar dilihat manusia. Mereka tak menyebut Allah, kecuali sedikit.” (An Nisaa’: 142).

Istiqomah Bikin Hidup Makin Berkah


Selain bekerja, berusaha, dan berpendirian tetap, seorang Muslim tidak bermalas-malasan, apalagi meremehkan pekerjaan. Ia memegang standar kelayakan dalam bekerja. Jika menjadi tuan, ia tak berbuat aniaya terhadap orang-orang yang berbuat aniaya kepadanya. Jika menjadi pekerja, ia ikhlas dalam bekerja. Menyelesaikan pekerjaannya sampai tuntas, konsisten dalam kebenaran dan keadilan, serta tidak menipu apalagi curang. Ia pun tak menyakiti orang lain dalam setiap keadaan.

Dalam hadist, Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam, menjelaskan, “Siapa yang mendustakan kami, maka bukan masuk golongan kami.” (Muslim).

Ketika sikap istiqomah melekat pada kepribadian Muslim, maka jika berjanji ia akan setia menepatinya. Ia tak akan mengingkari janjinya. Allah telah menegaskan, “Tepatilah oleh kalian janji itu. Sesungguhnya janji itu harus dipertanggungjawabkan.” (al-Isra’: 34)

Sementara itu, orang-orang yang tidak menepati janji, mereka adalah kaum munafik. Rasulullah menerangkan, “Tanda-tanda orang munafik ada tiga; jika berbicara ia berdusta; jika berjanji ia mengingkari; dan jika dipercaya ia berkhianat.” (Bukhari dan Muslim).

Sementara tanda-tanda orang beriman telah disebutkan Al-Qur’anul Karim, “Dan orang-orang yang senantiasa menjaga janji serta amanah.” (al-Mu’minun: 8).

Kemudian, ciri-ciri yang jelas bagi kepribadian islami adalah kesediaan berjuang di jalan Allah, mempertahankan kebenaran, serta menguatkan barisan. Allah telah menegaskan, “Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian bertemu dengan sekelompok musuh, maka menetaplah, dan ingatlah Allah selalu, agar kalian beruntung.” (al-Anfal: 45).

Lebih jauh lagi Al-Qur’anul Karim menegaskan seruannya untuk bersabar, dan menguatkan kesabaran itu diiringi dengan selalu bertakwa kepada Allah, “Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian, dan kuatkanlah kesabaran itu, disertai kesiapsiagaan. Dan bertakwalah kalian kepada Allah agar kalian beruntung.” (Ali-Imran: 200).

Istiqomah merupakan unsur terpenting dalam pembentukan kepribadian Islami, di samping berkata serta bertindak secara benar. Rasulullah merupakan contoh yang utama dalam hal sikap konsisten.

Dalam menyiarkan Islam, misalnya, manakala menghadapi orang-orang musyrik, beliau tetap istiqomah dalam sikapnya, kendati menerima respon yang kurang mengenakkan dari orang-orang kafir. Bahkan mereka mengancam, menakut-nakuti dengan berbagai sarana. Di antara pemimpin orang kafir adalah paman beliau sendiri yang tak mempercayai kenabiannya. Toh sikap Nabi tidak berubah. Tetap konsisten.

Dengan nada yang tak menyimpan ketakutan, beliau menyatakan kepada pamannya, “Demi Allah, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan dakwah ini, aku tak akan berhenti sampai Allah menampakkan kebenaran atau mereka binasa.”

Imam al-Qurthubi menceritakan; Ada seorang pemuda yang sholih. Ia rajin dan taat beribadah. Setiap hari ia selalu mengumandangkan adzan dimenara masjid untuk memanggil umat muslim agar segera kemasjid untuk menunaikan sholat berjamaah. Begitu banyak orang yang kagum atas kesholihan sang pemuda muadzin ini.

Namun di suatu hari, saat pemuda ini berada di atas menara masjid untuk  mengumandangkan  adzan, di bawah menara di sebuah jendela dilihatnya seorang gadis nan jelita. Berdeguk hatinya. Dan langsung jatuh hati pada pandangan pertama. Tak kuasa menahan rasa, pemuda muadzin pun bergegas turun dari menara. Dan segera ditemui si gadis pesona.

“Apa yang Anda inginkan?” tanya si gadis.

“Dirimu,” jawab pemuda.

“Kenapa begitu?” tanya gadis.

“Aku jatuh hati saat pertama melihatmu,” kata pemuda muadzin.

“Aku tak ingin berbuat dosa,” kata gadis.

“Aku ingin menikahimu,” timpal pemuda.

“Tidak bisa! Anda seorang Muslim. Saya nasrani. Ayahku tidak akan mengijinkan Anda menikahiku,” kata gadis.

“Demi mendapatkanmu aku rela meninggalkan agamaku dan masuk agamamu,” kata pemuda yang lagi dimabuk asmara.

Dan singkat cerita, pemuda muadzin pun masuk nasrani. Namun malang nasibnya, saat hendak menaiki tangga loteng rumah si gadis pujaan hatinya, pemuda mantan muadzin itu terpeleset jatuh dan meninggal dunia. Mati dalam kondisi murtad. Mati sebagai adh- Dhallin, orang-orang yang tersesat.

Sekelumit kisah di atas menunjukan, menjaga agar tetap istiqomah di jalan iman itu bukanlah hal yang  mudah. Untuk memulai suatu kebaikan juga berat. Namun menjaga agar apa yang sudah dimulai tetap istiqomah tentunya lebih berat lagi.

Suatu ketika Rasulullah ditanya oleh sahabat Abu Amrah, “Ya Rasulullah, katakanlah kepadaku ungkapan tentang Islam, yang aku tidak akan lagi menanyakanya kepada seorang pun selain engkau.”  Dengan singkat beliau menjawab, “Katakanlah, ‘Aku beriman kepada Allah kemudian istiqomalah’.” (HR Muslim)

Ibnu Mubarok menceritakan dari Wahb bin Munabbih, ada seseorang yang memperhatikan seseorang yang lewat di hadapanya. “Apa yang kamu perhatikan?” tanya Wahb bin Munabbih.

Orang itu menjawab, “Aku begitu kagum pada si fulan, ia sungguh rajin beribadah sampai sampai ia meninggalkan kenikmatan dunia.” Wahb bin Munabbih kemudian berkata, “Tidak perlu kagum kepada orang yang meninggalkan kenikmatan dunia seperti itu. Sungguh aku lebih kagum kepada orang yang bisa istiqomah.”

Sungguh kita tidak pernah tahu bagaimana akhir kehidupan seseorang. Juga akhir kehidupan diri kita ini. Siapa yang dapat menjamin iman akan tetap tergenggam hingga akhir hayat? Siapa yang mampu pastikan iman di dada tidak akan lepas karena tergoda?

Begitulah beliau, sebagai contoh dari sosok yang konsisten dalam bersikap. Tetap berdakwah, sampai Allah memenangkan agama-Nya. Padahal yang akhir itulah baik atau buruk seseorang akan ditentukan nilainya. Husnul khatimah ataukah suul khatimah.

Untuk itulah, hendaknya setiap diri ini senantiasa waspada. Apapun amal yang sudah dilakukan jangan pernah merasa lebih unggul, lalu menganggap remeh orang lain. Tetap berhati-hati, peka pikiran dan perasaan jangan sampai menuruti godaan syahwat ataupun subhat. Terus berusaha meningkatkan keimanan dan tak lupa senantiasa berdoa kepada Allah semoga tetap istiqomah di jalan iman.

No comments:

Post a Comment