Monday, August 15, 2016

Belajar Ilmu Ikhlas dari Para Nabi

Belajar ilmu ikhlas dari para Nabi, sebelum angan-angan berubah menjadi imajinasi yang tidak terarah, kurang terkendali, dan liar. Bicara kita menjelma menjadi hasud, dendam, sombong, niat jahat, intrik terhadap kawan seperjuangan, ghibah, namimah, syatam (mencela kesana sini), mengobral janji, kasak kusuk, dan sumpah serapah. Maka hidup akan kehilangan kekuatan inti yang sesungguhnya sangat kita perlukan. Hati merasa sempit di tengah samudera luas tidak bertepi. Jauh dibawah sorotan cahaya illahi.

Roda kehidupan memang pasti bergulir, ada saat bahagia ada saat berduka. Ada saat aman tentram, kadang kala ada tantangan yang di antaranya mungkin berupa ancaman. Seperti manusia pada umumnya, seperti itu pula kehidupan Nabi-Nabi Allah. Dan, dari kisah mereka yang Allah pilih sebagai utusan-Nya itu, kita bisa belajar bagaimana menghadapi situasi sulit, termasuk kala menghadapi ancaman, sementara kita tidak hidup melainkan dalam rangka menjaga iman dan Islam.

“Perumpamaan hidayah dan ilmu yang dengannya aku diutus oleh Allah, seperti tamsil hujan lebat mengguyur bumi. Maka ada tanah yang bagus menerima air kemudian menumbuhkan tanaman hijau dan rumput yang banyak. Dan ada tanah keras yang bisa menahan air, kemudian Allah berikan manfaatnya bagi manusia, sehingga mereka bisa mengambil air minum, menyirami, dan bercocok tanam. Dan ada lagi hujan yang mengguyur bumi yang licin, tidak menyerap air dan tidak menumbuhkan tanaman. Itulah tamsil orang yang memahami agama Allah dan petunjuk yang aku diutus Allah dengannya memberi manfaat baginya, maka ia tahu dan mengajarkannya kepada orang lain, dan tamsil orang yang tidak peduli dengan agama Allah dan tidak menerima hidayah Allah dengannya aku diutus.”
(HR. Bukhari, Shahih Al Bukhari 1/28).

Belajar Ilmu Ikhlas dari Para Nabi

Belajar ilmu ikhlas dari apa yang dilakukan Nabi Syu’aib kala menghadapi ancaman dari kaumnya. “Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri dari kaum Syu’aib berkata, “Wahai Syu’aib, pasti kami usir engkau bersama orang-orang yang beriman dari negeri kami, kecuali engkau kembali kepada agama kami.” (QS. Al-A’raaf [7]: 88).

Ayat di atas menjelaskan perihal kerasnya hati orang kafir, sehingga alih-alih menerima seruan Islam, mereka malah mengancam akan mengusir Nabi Syu’aib bersama pengikutnya. Tetapi, Nabi Syu’aib tidak bergeming. Beliau tetap dalam kebenaran iman dan Islam. Dan, dalam situasi seperti itu dengan lantang beliau berkata, “Hanya kepada Allah kami bertawakkal.”

Kemudian Nabi Syu’aib berdoa, “Ya Rabb kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan haq.” QS. Al-A’raaf [7]: 89). Ibn Katsir menulis, Artinya berikanlah keputusan antara kami dan mereka dan menangkanlah kami atas mereka.

Jadi, kala menghadapi situasi sulit apapun, termasuk yang mengancam keselamatan jiwa dan raga, pertama yang mesti kita lakukan adalah bertawakkal hanya kepada Allah, kemudian berdoa kepada Allah agar diberkan kemenangan.

Dalam konteks kehidupan masa kini, ancaman tersebut bisa berupa pemutusan hubungan kerja kalau melepas jilbab misalnya. Ancaman berupa penundaan kenaikan pangkat jika tidak menuruti kehendak atasan yang sebenarnya salah dan melanggar aturan. Serta beragam bentuk ancaman-ancaman yang pada hakikatnya menekan diri kita agar melakukan pelanggaran atau ketidakbenaran.

Oleh karena itu, jangan panik apalagi menyerah dengan tanpa pikir panjang langsung melakukan sesuatu karena takut ancaman. Sebaiknya bertawakkallah dan berdoa kepada Allah agar diberikan kemenangan.

Demikian pula yang dilakukan oleh Fir’aun terhadap kaum Nabi Musa dari golongan tukang sihir yang seketika beriman tatkala sihir mereka dikalahkan oleh mukjizat Nabi Musa. Fir’aun mengancam bahwa dirinya akan memotong kedua tangan dan kaki mereka dengan bersilang dan mereka akan disalib semua.

“Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan matikanlah kami dalam keadaan Muslim (berserah diri kepada-Mu).” (QS. Al-A’raaf [7]: 126).

Bahkan Nabi Musa menguatkan para pengikutnya dengan mendorong mereka untuk terus memohon kepada Allah dan bersabar. “Musa berkata kepada kaumnya, “Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah.” (QS. Al-A’raaf [7]: 128).

Oleh karena itu, seberat apapun masalah hidup atau ancaman yang kita terima, tetaplah menjadi Muslim, lalu berdoa dan bersabarlah, karena keduanya adalah keteladanan dari Nabi Musa dan kaumnya, dan jika kita amalkan, insha Allah pertolongan-Nya akan datang sesuai dengan kehendak-Nya.

Namun, jika situasi dan kondisi sudah tidak lagi bisa kompromi dalam hal iman dan Islam, maka kita bisa mengambil cara pamungkas yang dilakukan juga oleh Rasulullah Muhammad Shallallahu alayhi wasallam, yakni hijrah. Berpindah tempat demi terpeliharanya iman dan Islam.

Satu hal yang patut kita yakini, bumi Allah luas, Allah Maha memberi Rizki, maka jangan takut terhadap kemiskinan dan kesusahan jika selama kita memilih hijrah adalah demi menyelamatkan iman dan Islam. Allah pasti akan mendengar, menolong dan membela kita.

Dengan demikian, untuk apa frustasi, depresi dan stress kala menghadapi situasi dan masalah sulit. Kembalikan semua kepada Allah lalu perkuat doa dan kesabaran diri. Jika itu maksimal dilakukan dan tekanan terus mengancam, hijrahlah.

Jadi, gak perlu ke paranormal alias dukun, curhat di media sosial, dan putus asa. Kembali kepada Allah dan Rasul-Nya, karena di sana ada solusi terhadap segala masalah yang pasti mujarrab dalam menjawab segala macam problematika kehidupan umat Islam. Jika Nabi-Nabi Allah telah membuktikan kemujarabannya, apa yang membuat kita ragu untuk mengikuti jejak mulia mereka?

No comments:

Post a Comment