Thursday, August 18, 2016

Agama Adalah Nasihat

Islam menuntun manusia untuk mencari ilmu agama, menjadikan wajib bagi setiap yang beriman kepadaNya, semata-mata untuk keperluan hidup manusia itu sendiri. Maka, agama Islam itulah yang akan menjadi penasihat kita dengan hukum-hukum yang ditetapkan Allah atas manusia, dengan syariat Islam yang dituntunkan oleh Allah dalam KitabNya, dengan hikmah dan pelajaran dari manusia-manusia terdahulu yang tak ternilai harganya.

Tentang nasihat ini manusia sering lupa, atau kadang justru melupakan. Mereka lebih senang jika harus menuliskan masalah-masalahnya di dunia maya, sementara mereka lupa bahwa Allah sebaik-baik tempat mengadu, meminta jalan keluar, dan pemberi ketenangan. Dengan mempelajari agama kita akan diingatkan  tentang hakikat sabar dalam berbagai masalah kemudian bagaimana menyelesaikan masalah secara bijak dan tidak mengedepankan emosi.

Agama Islam mengajarkan kedewasaan dan kebijakan berpikir yang jarang bisa didapatkan sekalipun dalam training psikologi sekalipun. Jadi, tidak ada alasan bagi kita untuk meninggalkan agama kita sendiri, melupakannya, dan menganggapnya omong kosong belaka.

Agama Adalah Nasihat

Sosok Abu Bakar al-Siddiq yang terkenal lembut dan ramah pernah bertindak tegas. Pada saat menjadi Khalifah pertama, nabi-nabi palsu seperti Tulaihah, dan Musailamah diperangi. Musailmah terbunuh oleh seorang budak bernamaWahsyi atas perintah khusus Abu Bakar. Nabi-nabi palsu ini diperangi karena melakukan penyesatan dan mengancam kaum Muslimin.

Abu Bakar memang terkenal ramah, tawadhu’ dan rendah hati, namun beliau tidak lemah menyikapi pelecehan agama. Seorang Yahudi bernama Finhas pernah dipukul oleh Abu Bakar karena Finhas memperolok-olok Allah Swt. Di depan beliau, Finhas mengejek sambil berkata: “Bukan kita yang memerlukan Tuhan, tapi Dia yang  memerlukan kita. Bukan kita yang meminta-minta kepada-Nya,  tetapi  Dia yang meminta-minta kepada kita. Kita tidak  memerlukan-Nya”. Sontak Abu Bakar memukul sekeras-kerasnya.

Dari kisah tersebut kita tahu bahwa dalam dakwah ada saat kita bersikap lembut dan ada masanya kita menunjukkan ketegasan, bukan kekerasan. Semua ada tempatnya masing-masing. Seorang da’i wajib tahu mana-mana tempat yang benar.

Apa yang dilakukan Nabi Saw yang mengusir orang Yahudi, dan Abu Bakar yang memerangi orang-orang yang menghina agama tidak dilakukan berdasarkan kebencian dan nafsu. Beliau juga tidak serta merta tanpa prosedur sebelumnya. Diberi peringatan terlebih dahulu dan diminta taubat kepada Allah Swt. Setelah itu baru ditindak. Sikap ini namanya tegas, bukan kekerasan.

Hasyim Asy’ari mewajibkan umat Islam Indonesia untuk membela agama Islam, berusaha keras menolak orang yang menghina al-Qur’an, dan sifat-sifat Allah Swt, dan memerangi pengikut ilmu-ilmu batil dan akidah yang rusak (KH. Hasyim Asyari, al-Tibyan, hal. 33). Kyai Hasyim menyeru bukan karena benci kepada para penista agama itu, justru sayang kepada agama, pemeluk agama, dan para pembencinya agar berhenti melakukan penodaan. Sebab, jika terus-terusan menodai Islam hingga mati, pertolongan Allah tidak didapatkannya.

Dalam interaksi muslim dengan non-muslim atau kepercayaan yang berbeda, Islam memiliki dua konsep penting; toleransi dan berdakwah. Toleransi (samahah) merupakan ciri khas dari ajaran Islam. Islam mempunyai kaidah dari sebuah ayat Al-Qur’an yaitu laa ikraaha fi al-dien (tidak ada paksakan dalam agama).

Namun bukan artinya tidak menyebarkan Islam. Tetapi, dakwah dalam Islam bersifat mengajak, bukan memaksa. Dari kaidah inilah maka ketika non-muslim (khususnya kaum dzimmi) berada di tengah-tengah umat Islam atau di negara Islam, maka mereka tidak boleh dipaksa masuk Islam bahkan dijamin keamanannya karena membayar jizyah sebagai jaminannya.

Toleransi antar umat beragama dalam muamalah duniawi, Islam menganjurkan umatnya untuk bersikap toleran, tolong-menolong, hidup yang harmonis, dan dinamis di antara umat manusia tanpa memandang agama, bahasa, dan ras mereka. Allah berfirman (yang artinya), Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim (QS. Al-Mumtahanah: 8-9).

Imam al-Syaukani dalam Fath al-Qadir berkata, bahwa maksud ayat ini adalah Allah tidak melarang berbuat baik kepada kafir dzimmi, yaitu orang kafir yang mengadakan perjanjian dengan umat Islam dalam menghindari peperangan dan tidak membantu orang kafir lainnya dalam memerangi umat Islam. Ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah tidak melarang bersikap adil dalam bermuamalah dengan mereka. Kafir dzimmi itu dilindungi karena taat pada kepemimpinan Islam dan tidak menyebarkan kesesatan kepada umat Islam. Bahkan umat Islam dilarang mendzalimi ahl al-dzimmi ini.

Islam menjamin kebebasan beragama dan mengakui kemajemukan. Tempat ibadah non-muslim dan kepercayaan aliran lain tidak boleh diganggu. Islam juga terbuka membuka dialog-dialog cerdas. Namun, jika ada aktifitas dan gerakan publik menista kesakralan, aparat harus bertindak tegas. Sebab, masing-masing agama memiliki nilai kesakralan yang jika diusik memantik emosi pengikutnya. Segala bentuk penodaan dan pelecehan nilai-nilai sakral mestinya dilarang, apalagi digelar secara publik. Pengikutnya jelas memiliki hak untuk melakukan pembelaan.

Karena agama adalah nasihat, maka sejak sekarang nasihati diri kita sendiri dengan bekal ilmu agama yang kita miliki. Tidak ada kompromi terhadap penyimpangan agama, penistaan atau pencampur adukkan agama atas nama toleransi. Jika ada penyimpangan dan penistaan – yang bisa memancing konflik sosial – Islam segera mencegahnya, tidak boleh dibiarkan.

No comments:

Post a Comment