Thursday, August 18, 2016

Biografi Sultan Muhammad Al-Fatih

Ketika Constantinople akhirnya bisa ditaklukan oleh panglima perang terbaik – Muhammad Al-Fatih dengan tentara terbaiknya  29 Mei 1453, itu kabar baiknya bahwa Muhammad Al-Fatih dipuji oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam 8 abad sebelum kelahirannya – sebagai pemimpin perang terbaik dengan pasukan terbaik yang akan menaklukkan Constantinople, tentu amat sangat banyak yang bisa dipelajari dari Sultan yang di dunia barat disebut sebagai “Mehmet the Conqueror” (Mehmet Sang Penakluk) ini.

Ketika penaklukan itu terjadi dia baru berusia 21 tahun lebih 2 bulan (Kalender Masehi - sekitar 22 tahun Kalender Hijriyah), hafal Al-Qur’an sejak belia, menguasai tujuh bahasa dan berbagai bidang keilmuan yang ada pada jamannya, tidak pernah meninggalkan sholat jamaah sebagaimana dia juga perintahkan ke seluruh prajuritnya – dan bahkan dia sendiri tidak pernah meninggalkan sholat malam sejak dia balig. 

Biografi Sultan Muhammad Al-Fatih

Meskipun berbagai cara untuk penaklukan Constantinople dilakukan sejak beberapa generasi sebelumnya tanpa membuahkan hasil, cerita bahwa suatu saat Constantinople akan bisa ditaklukkan ini dahulu diteruskan dari generasi ke generasi pada jamannya.

Hingga sampai suatu saat - dengan ijin Allah - Muhammad Al-Fatih dengan bekal ketaatan dan kekuatan sholat malamnya, dengan bekal pengetahuannya yang sangat luas termasuk science pada jamannya – dia mampu membangun strategy perang yang tidak pernah terbayangkan oleh orang lain sebelum jamannya – maka penaklukkan Constantinople itu bisa benar-benar terealisir.

Penaklukan ini sekaligus menjadi bukti kebenaran Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam: “Konstantinopel benar-benar akan ditaklukkan, maka sebaik-baik pemimpin pasukan adalah pemimpin pasukannya dan sebaik-baik pasukan-adalah pasukannya” (HR. Ahmad)

Salah satu strategy Muhammad Al-Fatih yang benar-benar out of the box sehingga pihak musuh-pun tidak pernah menduga sebelumnya adalah mendaratkan 70-an kapalnya, menariknya dengan landasan kayu yang diberi minyak binatang, mendaki bukit Galata menempuh perjalanan sejauh kurang lebih 16 km – dan itu hanya dilakukannya dalam waktu semalam !.

Keesokan harinya pasukan Byzantine yang memusatkan perhatiannya ke selat Bosporus dengan benteng-bentengnya yang sangat kokoh menghadang setiap musuh yang datang dari selat tersebut, terkejut bukan kepalang karena  armada 70-an kapal pasukan Muhammad Al-Fatih sudah berada di wilayah yang disebut tanduk emas (Golden Horn) mereka dengan titik pertahanan yang relatif lebih lemah (karena sudah dijaga di depan).

Saking tidak terpikirnya oleh mereka apa yang mereka hadapi saat itu, sampai-sampai sebagian pasukan Byzantine mengira hantu-hantulah yang membawa kapal-kapal Al-Fatih sampai bisa masuk ke belakang garis pertahanan mereka yang sangat kokoh. Sejak saat itulah pasukan Constantine terpecah konsentrasinya, menjadi kurang PD dan tembok pertahanan mereka mudah dihancurkan.

Dari mana orang seperti Muhammad Al-Fatih bisa berfikir di luar kebiasaan orang pada jamannya, di luar jangkauan kemajuan science yang tercapai saat itu ? bahwa kapal –kapal perangnya harus bisa mendaki bukit selain juga tentu harus bisa berlayar selayaknya kapal pada umumnya ?.

Itulah yang saya sebut dalam sejumlah tulisan sebelumnya sebagai bentuk aplikasi ayat “…bi a’yuninaa wa wahyinaa…” atau “ …dengan pengawasan Kami dan dengan wahyu Kami…”.(QS 11 :37 dan QS 23 :27). Nabi Nuh bisa membuat kapal yang menyelamatkan penduduk bumi yang taat dan seisinya, meskipun dia bukan seorang insinyur kapal.

Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam bisa membangun bangunan yang hingga kini tidak hentinya dikunjungi manusia dari seluruh penjuru bumi – yaitu Ka’bah, bukan karena dia seorang arsitek. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bisa membangun Negara yang sempurna, meskipun beliau adalah seorang yang umi. Semua itu dimungkinkan karena diawasi langsung olehNya dan diberi petunjukkanya langsung dalam wahyu-wahyu yang disampaikanNya.

Sebesar apapun pekerjaan itu, bila Dia sendiri yang mensupervisi pelaksanaannya dan Dia pula yang memberikan juklak atau petunjuk pelaksanaannya, maka yang nampaknya tidak mungkin menjadi mungkin.

 Strategi yang luar biasa yang tidak terbayang oleh musuh, seperti menarik kapal melintasi bukit yang dilakukan oleh  bersama para pasukannya tersebut di atas tentu juga karena mendapatkan pengawasan langsung dari Allah dan dengan petunjuk melalui Wahyu-wahyuNya “…bi a’yuninaa wa wahyinaa…”  – yaitu ayat-ayat Al-Qur’an yang dihafalnya sejak dia masih kecil.

No comments:

Post a Comment